23 Januari 2011

Ranah 3 Warna (Continued of Negeri 5 Menara)

Ranah 3 Warna Novel ini masih sama idenya dengan novel pendahulunya, Negeri 5 Menara. Yaitu soal semangat melawan segala rintangan atas nama mengejar pendidikan. Jika dulu diceritakan si Alif berjuang mencari SMA dan akhirnya mendapatkan kisahnya di Pondok Madani (PM), kini diceritakan Alif berjuang untuk mencari kuliah dengan melalui ujian persamaan SMA dulu. Tidak cukup sampai disitu, Alif masih dihantam berbagai masalah saat kuliah, mulai dari kesulitan ekonomi, persaingannya dengan Randai, dan dipuncaki dengan kematian Ayahanda Alif. Namun seperti “mantra” keduanya : man shabara zhafira, siapa yang bersabar akan beruntung, Alif menemukan jawaban dari semua masalahnya, dia menemukan jati dirinya di bidang jurnalistik seperti menulis dan bahasa, sampai berhasil mendapat beasiswa program pertukaran pemuda ke Kanada yang diceritakan lebih dari separuh novel.

Ahmad Fuadi sekali lagi memberi bukti kalau style novel “based on true story” lah yang paling cocok dengan saya. Menurut saya, dia melakukan apa yang sudah dilakukan Andrea Hirata dengan tetralogi Laskar Pelangi-nya, yaitu menggunakan fakta pengalaman hidup untuk membuat karya fiksi (koreksi jika saya salah, karena saya menuliskan “karya fiksi” disini). Seorang pengarang pasti melakukan riset sebelum menulis ceritanya, dan menurut saya riset terbaik adalah riset terlama yang pernah dilakukan seseorang, yaitu dari pengalaman hidup.

13 Januari 2011

Kisah Hidup

Negeri 5 Menara, ini buku yang akan kita bahas. Buku yang menarik, inspiratif, jenaka dan yang pasti mengobati hati yang gundah.

Berawal dari kesetengah-hatian Alif, bocah Minang yang disuruh Amaknya meneruskan pendidikan ke Pondok Pesantren (PM) Madani. Dia memperoleh banyak perubahan dalam hidupnya. Bertemu dengan anak-anak lain di sana yaitu Raja, Atang, Said, Dulmadjid dan Baso yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, mereka menjalani perjuangan mondok bersama. Dari kebiasan berkumpul di kaki menara yang terletak di sebelah Masjid utama PM, mereka berenam disebut Sahibul Menara.
Uniknya, di PM ini dilarang menggunakan bahasa-bahasa selain bahasa Arab dan bahasa Inggris. Bahasa Indonesia pun tidak diperbolehkan. Bagi anak baru, diberi waktu hanya 3 bulan untuk tetap menggunakan selain bahasa resmi mereka.

Dalam 4 tahun perjalanan belajar mereka disana, bukanlah tanpa hambatan. Dengan ketatnya peraturan dan disiplin, serta sistem 24 belajar menjadikan ini bukanlah sesuatu yang mudah. Penuh perjuangan , teman !! Namun alhamdulillah, mereka semua bisa melaluinya dengan baik.
“Man jadda wajada” , siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil !! . Kalimat inilah yang menjadi pemacu semangat mereka untuk terus tetap berusaha dan berjuang serta berani untuk bermimpi. Dan, di kaki menara PM-lah mereka mengukir mimpi-mimpi mereka yang dikemudian hari terwujud.

Dalam buku dengan 400-an halaman ini,  banyak sekali hikmah yang dapat diambil dari buku ini, teman !! Buku yang saya rekomendasikan untuk semua kalangan. Saya sendiri banyak terinspirasi dari buku ini. Niatkan dengan kuat, berusaha di atas rata-rata usaha orang, berdoa yang banyak dan tawakal. That’s what I got from this book